Senin, 29 Maret 2010

PSMTI Dukung Duet Sofyan Tan – Nelly Armayanti Demi Perubahan Kota Medan


Ada guyon segar di kalangan aktivis masyarakat Tionghoa Medan.

“Dari zaman Adam Malik sampai Adam Air jatuh, belum pernah ada walikota Medan dari etnis Tionghoa,”ujar Sukiran, SH, sang empunya humor, yang juga Dosen di Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan. Guyon kocak itu ditanggapi gelak tawa puluhan relawan Tionghoa. Mereka berasal dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PSMTI), dan organisasi pemuda di bawahnya.

Namun Sukiran buru-buru menambahkan. “Tak berarti kami chauvinistik, itu semata karena selama 30-an tahun, sangat sedikit orang Tionghoa yang terjun ke politik, apalagi jadi walikota Medan,”tambah pria yang memiliki tahi lalat di pipinya itu dengan senyum simpul.

Sore itu (Minggu, 29/3), para aktivis Tionghoa itu baru saja usai melakukan penandatangan Pakta Politik dengan pasangan calon walikota – wakil walikota dr. Sofyan Tan – Nelly Armayanti, MSP. Tak lagi nampak raut ketegangan di wajah mereka. Kantor PSMTI Medan di Jalan Mustafa penuh sesak. Di dinding ruang tamu, terlihat foto KH. Hasyim Ashari, pendiri NU, KH Wahid Hasyim (Menteri Agama, Ayahnda Gus Dur), dan Abdurrahman Wahid sendiri. Ada juga foto Jendral (Purn) Teddy Jusuf, Ketua Umum PSMTI.

“Masyarakat Tionghoa memang sangat menghargai jasa-jasa Gus Dur karena telah memberikan hak kami di bidang budaya dan agama, karena itu foto beliau bersama Ayahanda dan Kakeknya, kami pasang di ruang kantor PSMTI,”ujar Karya Elly, Ketua PSMTI Medan yang mengkoordinir acara. Tokoh lain yang terlihat yaitu, Eddy Juandi, Ketua PSMTI Sumut, Halim Loe, juga Sukiran, SH, dosen yang juga sekaligus pengacara. Terlihat juga Anthony Tjandra, seorang wiraswasta. Dari kalangan anak muda hadir Hally Luis, Ketua Ikatan Pemuda (IP) PSMTI Sumut, dan Sugirto, Ketua IP PSMTI Medan, serta puluhan relawan lain.

Sikap Politik PSMTI: Dukung Pasangan dr. Sofya Tan – Nelly Armayanti, MSP
Sore itu, PSMTI dan ormas pemuda di bawahnya memang baru saja membuat sejarah politik di Medan. Raut muka Eddy Juandi, Ketua PSMTI Sumut, sudah mulai berkurang kerut-kerutnya di keningnya. Posisinya sebagai ketua ormas Tionghoa di Sumut, memang sering disalahpahami banyak pihak.

Ia memberi satu contoh kecil. Suatu hari, seorang wartawan menelponnya, menanyakan apakah dirinya mengenal seorang calon walikota. Sebagai tokoh masyarakat yang kerap diundang ke berbagai hajatan, tentu ia mengenal tokoh bersangkutan.

“Tapi jawaban itu ditafsirkan seolah Pak Eddy memberi dukungan sang calon,”tambah Karya Ellly, Ketua PSMTI Medan. Akibatnya ratusan SMS membanjiri handphonenya. Bukan sekali hal seperti itu terjadi. Pada Pemilu Legislatif lalu, ia kerap diundang menghadiri pertemuan-peremuan yang diadakan seorang caleg. Demi membangun tali silaturahmi, ia tak menampik undangan itu. Namun esok hari, muncul berita bahwa ia mendukung caleg bersangkutan.

“Karena itu, daripada kerap mengundang salah paham, maka PSMTI kemudian melakukan penandatangan Pakta Politik dengan pasangan dr. Sofyan Tan dan Nelly Armayanti,”tegas Karya Elly lagi. Mereka mengistilahkan, warna PSMTI kini telah terang benderang, tak lagi abu-abu. Semua itu, semata karena desakan dari arus bawah yang tak mungkin dibendung. Kepada para pengurus PSMTI, mereka bingung, sebagian bahkan resah. Siapa sebenarnya calon walikota yang didukung organisasinya?
Nah, ada juga alasan lain masuk akal.

“PDI Perjuangan dan Partai Damai Sejahtera itu partai besar. Mereka sudah beri dukungan ke Sofyan Tan, masa kita sebagai orang Tionghoa malah tak mendukungnya?”ungkap Anthony Tjandra. Ia mengaku tak habis pikir jika ada masyarakat Tionghoa yang tak memberi dukungan ke Sofyan Tan. Namun jangan salah paham dulu. Karya Elly menegaskan bahwa dukungan PSTI kepada Sofyan Tan diberikan bukan karena mereka sama-sama etnis Tionghoa. Tapi lebih karena figur Sofyan Tan yang telah mempunyai karya nyata untuk masyarakat.

Melalui Penelisikan Jajak Rekam

Ia lalu menjelaskan. Selama 20-an tahun, Sofyan Tan dikenal sangat berpihak kepada masyarakat marjinal. Terutama mereka yang menjadi korban diskriminasi. Dan mereka yang dibela tak kenal latar belakang suku atau agamanya. Sofyan juga tokoh muda yang dikenal gigih membela pelaku UKM, termasuk Pedagang Kaki Lima (PKL). Selain itu, kiprahnya sebagai pendidik dengan memiliki ribuan anak asuh, menunjukkan tanggungjawabnya dalam memajukan SD bangsa.

“Bayangkan, negara nggak pernah memaksa Sofyan Tan untuk punya anak asuh, tapi ia sudah mengerjakannya. Apalagi kalau sudah jadi walikota nanti,”beber Sukiran lagi. Ia haqul yakin Sofyan Tan tidak akan membiarkan ada warga Medan tak bersekolah. Di lapangan sosial, kepedulian sosialnya juga sudah teruji. Kegiatan seperti pengobatan gratis, pembuatan WC dan MCK untuk masyarakat Belawan, bantuan kaki palsu, donor darah, serta bantuan untuk mereka yang tertimpa musibah kebakaran, atau gempa bumi, kerap dilakukannya. Ia juga sering menyantuni kaum duafa ke panti-panti sosial.
Sedangkan pasangannya, Nelly Armayanti, MSP, juga dikenal sebagai pejabat yang bersih dan mumpuni ketika memimpin KPUD Medan perode 2003-2008.

“Selain itu, Ibu Nelly juga merupakan tokoh perempuan yang tahan banting dan memiliki pengalaman politik,”tambah Karya Elly. Semua rekam jajak itu telah ditelisik PSMTI. Oleh Dewan Penasehat dan Kehormatan PSMTI, rekam jajak itu kemudian ditimbang-timbang, sebelum akhirnya melahirkan kesepakatan “Pakta Politik”, yang kemudian ditawarkan kepada pasangan Sofyan Tan – Nelly Armayanti.

Begitulah sekilas kisah “pernikahan politik” yang terjadi antara PSMTI dengan pasangan nomer 10 tersebut.

Untuk Perubahan Kota Medan
Sebagai konsekuensi karena telah memberi dukungan politik kepada pasangan Sofyan Tan – Nelly Armayanti, Eddy Juandi, Karya Elly, Anthony Tjhandra, Sukiran, Halim Loe, mengaku telah dan akan terus bekerja keras mensosialisasikan visi-misi pasangan yang mereka dukung agar sampai ke bawah. Mereka juga akan menggalang massa di bawah agar jangan sampai golput. Eddy Juandi berpesan kepada KPUD Medan agar warga yang belum terdaftar, dapat menggunakan hak pilih mereka cukup dengan menunjukkan identitas KTP mereka.

“PNS juga saya harapkan dapat bersikap netral,”tambahnya.
Sebagai relawan, militansi mereka memang patut diacungi jempol. Walau secara fisik lelah, namun semangat mereka tetap terjaga. Komplain isteri dan anak-anak, sudah tak terbilang lagi.

“Saya sudah meninggalkan isteri dan anak-anak di Jakarta kurang lebih sebulan. Mereka malah gabung ke Medan dalam satu dua hari lagi,”tutur Karya Elly. Sukiran mengaku baru saja dicemberuti anaknya nomer kedua. Rupanya waktu hari ulang tahun anaknya, eh, ia malah justru tengah melakukan konsolidasi dengan aktivis Tionghoa di tempat lain. Namun semua itu dianggap sebagai suka-duka sebagai tim relawan. Pun dalam soal hepeng. Mereka umumnya mengeluarkan dari kantong masing-masing.

“Hemat saya, semua itu bisa kami kerjakan karena kami memang merindukan perubahan Kota Medan agar lebih baik lagi, termasuk rindu perubahan pemimpinnya. Masa dari dulu yang itu-itu juga!”tambah Halim Luis, yang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Walaaah, sip kalau begitu!

Sumber: Medan Bisnis, 30 Maret 2010

Tidak ada komentar: